rss
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites

Friday, August 26, 2011

Indonesian palm oil refiners the winners after tax move

* Refiners, down-stream business gets boost from tax changes

* Indonesian palm oil industry wins upperhand over Malaysia?
* Wilmar, SMART among those likely to benefit

Indonesian palm oil refiners and other downstream firms will be the big winners after the world's top producer made changes to its export taxes this week, analysts and traders said on Friday. 

Southeast Asia's biggest economy will cut the export tax cap on crude palm oil (CPO) to 22.5 percent from 25 percent previously, and on palm oil products (olein) to 13 percent from 25 percent from Oct. 1. 

"If the palm products export tax is slashed from 25 percent to 13 percent, that appears to be quite a significant reduction," said commodities analyst Chen Xin Yi at Barclays Capital.
"At a broader policy level, it makes sense to promote more downstream, value-added industries and refineries will be one of them. 

"In the absence of any changes to Malaysian CPO and palm product export tax structure, and assuming that Indonesian and Malaysian refiners had so far been price competitive, my preliminary assessment is that Indonesian refineries would have an advantage over Malaysian refineries." 

Indonesia outpaced Malaysia to become the top palm oil producer in 2007, and is expected to produce about 23 million tonnes this year.

Exports from the archipelago of 17,000 islands are seen at 17 million tonnes in 2011, with India a top buyer. 

The CPO export tax, set at 15 percent for September, is aimed at securing domestic supply and reducing volatility in cooking oil prices. 

Trade ministry and industry officials meet every month to decide the tax rate for the following month, using the average spot crude palm oil prices in Rotterdam in the preceding 30 days as a reference price. 

The new export rate will be calculated based on CIF Rotterdam prices, Malaysian benchmark and Jakarta future prices, according to a finance ministry document seen by Reuters. 

"The Indonesian CPO producers will now have a greater incentive to sell domestically to the refiners, rather than exporting," said Xin Yi. 

REFINERIES RULE?
Firms with extensive palm interests in Indonesia include Singapore's Wilmar , the world's largest listed palm oil firm, and Sinar Mas Agro Resources and Technology (SMART) .
The government said earlier this year that Wilmar would invest $900 million to build factories in Indonesia to produce palm products such as soap and margarine. 

Palm oil giant SMART plans to invest up to 9 trillion rupiah ($1 billion) until 2015 to make downstream products, the firm said in late March.
"Indonesian refiners gain a much higher refining margin," said a Jakarta-based trader. "This will enable them to reduce their prices and compete with Malaysia." 

(Refiners) have been lobbying intensely," he added. "They hav been expanding their downstream hugely over the past year or already have plans underway as early as this year." 

He added that Malaysia, may now be forced to reduce CPO prices to enable its refiners to be more competitive. ($1 = 2.988 ringgits). Source: Reuters

Fitch Adaro Ratings No Immediate Impact on Acquisition Step

Fitch Ratings said that PT Adaro Indonesia's (Adaro Indonesia) ratings are not immediately affected by its parent's, PT Adaro Energy Tbk (Adaro Energy), acquisition of a 75% stake in a green field coal mining company for US$ 222.5 million. 
 
Adaro Indonesia is rated Long-Term Foreign and Local Currency Issuer Default 'BB+' with Stable outlooks. Its US$ 800 million senior notes due in 2019, guaranteed by Adaro Energy, are also rated 'BB+'.

The acquisition is to be funded by drawing down on existing credit facilities of Adaro Indonesia. In Fitch's view, the immediate increase in debt and associated interest does not significantly affect Adaro Indonesia's financial profile. 

The company is yet to announce details of the coal resources acquired and associated development costs or any guidance on coal production from this venture. Fitch will review the ratings once these details are made available.

Both Adaro Energy and Adaro Indonesia continue to display strong financial profiles, including robust liquidity. Both companies reported improved financial results for the six months ended June 2011 due to higher coal production and stronger selling prices relative to 2010. 

Fitch expects coal prices to remain robust and Adaro Indonesia to benefit from increasing production in the short- to medium-term. At end-June 2011, Adaro Indonesia's adjusted debt net of cash to operating EBITDAR and funds from operations interest coverage were 0.85x and 8.72x, respectively (0.83x and 8.71x, respectively for Adaro Energy).

Tuah Turangga Beli Tambahan 40% Saham Agung Bara Prima

PT Tuah Turangga Agung, anak usaha PT United Tractors Tbk, telah menandatangani perjanjian pengambilalihan 40% saham PT Agung Bara Prima, senilai US$ 10,6 juta pada 24 Agustus 2011. Dengan pembelian tambahan saham ini, TTA kini menguasai 100% saham Agung Bara Prima.
            Agung Bara Prima adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan batubara dan telah memperoleh izin usaha pertambangan operasi produksi berdasarkan surat keputusan Bupati Kapuas No 266/Distamben Tahun 2011, tanggal 20 Juli 2011 tentang persetujuan izin usaha pertambangan operasi produksi.
            Lokasi pertambangan batubara ABP terletak di desa Buhut, Kecamatan Kapuas Tengah, Kapubaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah, dengan luas areal kurang lebih 1.271 hektare. Demikian keterbukaan informasi Sekretaris Perusahaan United Tractors Sara K Loebis kepada Bursa Efek Indonesia, hari ini.


Saham-saham yang dominan dibeli asing, 25 Agustus 2011

Saham-saham yang dominan dibeli asing, Kamis 25 Agustus 2011
Kode saham                       Volume                       Jual                    Beli
ABDA 463.000 0 250.000
ACES 134.000 0 94.000
ADMG 7.779.500 0 250.000
AKRA 17.778.000 537.500 6.859.500
AMFG 71.000 0 30.000
AMRT 27.500 0 15.500
ASGR 1.442.500 0 590.000
ASRI 71.817.000 10.093.000 39.000.000
BBRI 16.877.500 5.324.000 6.811.500
BBTN 1.039.500 240.000 490.500
BHIT 8.043.500 0 1.611.000
BJBR 6.002.000 0 150.500
BMRI 11.873.500 5.375.000 5.919.500
BNBR 74.414.500 801.500 6.472.500
BRMS 8.913.500 0 5.044.000
BRPT 623.000 15.500 219.000
BSDE 8.837.500 97.500 1.500.000
BTPN 462.500 0 51.500
BVIC 122.943.000 1.080.000 6.386.000
BWPT 2.959.000 0 1.020.000
BYAN 169.000 56.000 169.000
CFIN 4.889.500 0 1.400.000
CLPI 2.048.500 0 71.500
CMNP 39.262.500 5.525.000 10.378.500
CTRA 42.117.000 6.633.500 32.968.500
CTRP 3.544.500 0 1.971.500
CTRS 1.355.500 0 100.000
DILD 4.148.000 0 537.500
DOID 5.831.500 910.000 1.608.500
ELTY 200.714.500 75.000 1.040.000
FASW 307.000 0 15.000
GGRM 650.000 178.500 315.000
GPRA 20.938.500 0 10.000
GZCO 212.500 0 80.000
HEXA 61.000 0 28.000
ICBP 5.796.500 1.736.000 1.978.500
INKP 378.000 77.500 254.000
INRU 13.000 4.500 13.000
INTA 14.683.500 30.500 1.650.000
ISAT 742.500 543.500 558.000
JPFA 1.187.000 2.500 186.500
KIJA 140.999.000 460.000 48.956.500
KKGI 77.000 0 30.000
LPKR 75.227.000 250.000 23.280.500
LSIP 14.349.000 5.460.000 9.327.500
MLIA 27.000 0 25.000
MNCN 8.185.500 660.500 5.712.500
MPPA 991.000 94.500 400.000
MYOH 46.975.000 0 712.500
PGAS 77.753.000 10.042.500 26.001.500
PTPP 3.769.000 0 2.700.000
PWON 9.872.000 0 900.000
RALS 329.000 14.000 134.000
SGRO 720.000 0 510.000
SIMP 10.752.500 3.627.500 7.033.000
SIPD 22.168.000 0 2.200.000
SMRA 170.500 24.000 103.000
SQMI 1.586.000 0 76.000
TBLA 3.438.000 69.000 578.000
TINS 10.010.000 2.996.500 3.355.500
TPIA 611.500 50.000 97.500
UNSP 52.650.000 243.500 7.419.000
VOKS 111.000 0 110.000
WINS 2.191.000 0 1.675.000

Laba Bersih Perusahaan Gas Negara Semester I-2011 Naik 0,9%

PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) mencetak kenaikan laba bersih yang tipis sebesar 0,9% pada semester I-2011 dibanding periode yang sama tahun lalu, yakni dari Rp 3,32 triliun menjadi Rp 3,35 triliun. Hal ini terjadi karena terjadinya sedikit penurunan pada pendapatan perseroan, yakni sebesar 1,16% menjadi Rp 9,41 triliun dan pada saat bersamaan beban pokok penjualan terjadi kenaikan sebesar 2,31% menjadi Rp 3,55 triliun.

Akibatnya, laba bruto PGAS turun 3,31% menjadi Rp 5,85 triliun. Pada saat yang sama, beban distribusi serta beban umum/administrasi naik masing-masing 18,02% dan 28,38%. Hal ini membuat total beban usaha PGAS pada semester I-2011 naik 21,62% menjadi Rp 1,8 triliun dibanding Rp 1,4 triliun pada semester I-2010.

Kenaikan beban usaha perseroan membuat laba operasional perusahaan tertekan sebesar 11,18% menjadi Rp 4,05 triliun. Namun, manajemen mampu memperkecil dampaknya terhadap laba sebelum pajak karena perseroan mengantungi laba atas perubahan nilai wajar derivatif neto sebesar Rp 199,97 miliar (dari rugi Rp 66,56 miliar), pendapatan keuangan dari Rp 117,32 miliar menjadi Rp 171,37 miliar, dan laba kurs sebesar Rp 68,14 miliar (dari tahun lalu rugi Rp 7,69 miliar).

Penurunan pembayaran pajak terkini dan peningkatan pajak tangguhan tahun ini dibandingkan tahun lalu akhirnya membuat laba bersih PGAS naik 0,9% menjadi Rp 3,35 triliun. Lihat tabel.


Aspek Jun-10 Jun-11             %
Pendapatan 9,52 9,41 -1,16
Beban pokok penjualan 3,47 3,55 2,31
Laba bruto 6,05 5,85 -3,31
Beban distribusi 0,949 1,12 18,02
Beban umum dan adm 0,532 0,683 28,38
Total beban usaha 1,48 1,8 21,62
Laba operasi 4,56 4,05 -11,18
Laba sebelum pajak 4,46 4,43 -0,67
Laba bersih 3,32 3,35 0,90
Laba per saham 132 134 1,52

Rekomendasi HD Capital, 26 Agustus 2011

Rekomendasi HD Capital untuk perdagangan Jumat, 26 Agustus 2011.
BUY: PGAS, BBCA, ASII, BKSL
  • Koreksi yang disebabkan oleh ulah minusnya Dow Jones dan regional dapat membuka kesempatan akumulasi di saham big cap dan second liner yang akan terdiskon lumayan untuk mengisi simpanan portofolio dengan tujuan menjual di rebound pasca libur lebaran nanti.
  • IHSG close (26-08) 3.844.46(-3.84/-0.16%) (Val.Rp.3.6T)
  • Support: 3.780-3.700-3.650, Resistance: 3.950-4.020-4.125
 
Stock picks:
1.     Perusahaan Gas Negara (PGAS) (BUY) (Target Rp 3.200) (Close 25/08 Rp 3.000)
  • Koreksi yang terlalu tajam hingga membuat saham in memasuki kembali daerah oversold (jenuh jual) dan asing yang melakukan net buy tipis dapat menyimpulkan bahwa downside mulai terbatas sehingga bila masih ada penekanan rekomen akumulasi, apalagi fair value fundamental saham ini masih di atas Rp 3.500 (secara technical juga ada gap di Rp 3.600 yang belum terisi).
  • Entry (1) Rp 2.900, Entry (2) Rp 2.700, Cut loss point: Rp 2.600.
 
2.    Astra International (ASII) (BUY): (Target: Rp 70.500) (Close 25/08: Rp 67.400)
  • Kegagalan untuk menutup kembali di atas resistance kunci di Rp 67.750 mengagalkan skenario untuk naik ke gap Rp 70.500, namun bila terjadi breakdown koreksi ke Rp 65.000 akibat penekanan regional rekomen akumulasi untuk skenario technical rebound.
  • Secara fundamental tidak ada yang berubah, suku bunga tetap dan belum jelasnya kapan kenaikan harga BBM masih kondusif untuk pertumbuhan permintaan mobil kedepan serta perseroan juga masih menambah kapasitas produksi dan pabrik.
  • Entry (1) Rp 65.600, Entry (2) Rp 64.000, Cut loss point: Rp 62.500.
 
 
3.    Bukit Sentul  (BKSL) (BUY): (Target: Rp 330) (Close 25/08 Rp 295)
  • Bila terjadi koreksi untuk menutup price gap di Rp 260 bisa melakukan akumulasi untuk rebound karena fundamental perusahaan sudah banyak berubah dalam 6 bulan kebelakang, seperti Net Profit Margin (NPM) sekarang berkisar 26%, yang sebelumnya hanya 7%, dan masih ada angin bahwa persero akan melakukan private placement diatas harga buku (Rp 133).
  • Pasar mulai spekulasi bahwa harga placement akan dilakukan di 2x book atau Rp 270, sehingga memicu momentum kenaikan selama ini.
  • Entry (1) Rp 260, Entry (2) Rp 240, Cut loss point: Rp 220
 
4.    Bank BCA  (BBCA) (BUY): (Target: Rp 8.200) (Close 25/08 Rp 8.000).
  • Bila terjadi koreksi di sektor perbankan biasanya bank dengan valuasi PER termahal namun dengan rasio Net profit Margin tertinggi atas loan portofolionya akan diburu pertama oleh investor bargain hunters yang mencari barang mahal namun bagus yang terdiskon.
  • Entry: (1) Rp 7.700, Entry (2) Rp 7.500, Cut loss point: Rp 7.300
 

Dibuat oleh:
Yuganur Wijanarko
Senior Research HD Capital (Yuganur@hdx.co.id)

Eratex Djaja Konversi Utang Jadi Modal

PT Eratex Djaja Tbk menyetujui konversi utang kepada Radmet sebesar US$ 2.816.430,83 atau senilai Rp 24,04 miliar menjadi penyertaan saham melalui opsi penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu. Perseroan akan menerbitkan saham baru sebanyak 48.076.474 saham dengan nilai nominal Rp 500/saham.

Terkait hal ini, perseroan telah mengubah anggaran dasarnya, sehubungan dengan peningkatan modal ditempatkan dan disetor dari Rp 49,118 miliar (98.236.000 saham) menjadi Rp 73,15 miliar lebih (146.312.474 saham). Dengan demikian, pemegang saham perseroan adalah South Indonesian Holdings Ltd senilai Rp 11,05 miliar atau setara dengan 22.103.100 saham (15,11%), Continuity Development Limited dari Rp 1,23 miliar  atau setara 2.445.900 lembar saham (1,58%), dan masyarakat Rp 60,87 miliar yang terdiri atas 121.753.474 saham (83.21%).  

Buana Indah Garment Beli 25,7 Juta Saham Eratex Djaja

* Akan dilakukan tender offer
* Herga tender offer kemungkinan sama sebesar Rp 125/saham


Eastern Cotton Mills Ltd yang berbasis di Hong Kong menjual 24.559.000 saham PT Eratex Djaja Tbk pada harga Rp 125/saham. Transaksi penjualan dilakukan pada 24 Agustus 2011. Demikian penjelasan Direktur Eastern Cotton Mills Limited James Shiu Kwong, di Jakarta, hari ini.


Dengan demikian, Eastern mengantungi pendapatan Rp 3,07 miliar dari hasil penjualan saham Eratex Djaja tersebut.


Pada kesempatan berbeda, PT Buana Indah Garment (BIG) mengaku telah membeli 24.559.000 juta saham Eratex dari Cotton Mills. BIG juga membeli 1.214.000 saham Eratex milik Genaire Enterprises Inc.


Dengan demikian, kini BIG menguasai 25.773.000 saham Eratex. Dalam keterbukaan informasinya di Investor Daily, manajemen BIG menyatakan komitmennya untuk melakukan tender offer atas sisa saham milik publik. Hal ini guna memenuhi ketentuan peraturan No IX H1 Bapepam-LK.


 

Rekomendasi Beberapa Sekuritas, 26 Agustus 2011








Rekomendasi beberapa sekuritas untuk perdagangan Jumat, 26 Agustus 2011.

1. E-Trading Securities
Pada perdagangan kemarin, IHSG ditutup turun  2,6 poin (-0,07%) ke level 3.844. Asing masih melakukan net selling, kali  ini Rp 264 miliar. Secara teknikal, hari ini IHSG masih akan bergerak konsolidasi di kisaran 3.794-3.881 dengan kecenderungan sideways. Perhatikan BBCA dan KIJA.

2. Sinarmas Sekuritas
Pada perdagangan Jumat (26/8), secara teknikal, indeks diperkirakan akan bergerak mixed pada kisaran 3.824-3.875. Saham-saham yang dapat diperhatikan antara lain AALI, BBCA, ASRI, TINS.

Dian Swastatika Bentuk Anak Usaha Baru

PT Dian Swastatika Sentosa Tbk bersama anak perusahaannya, PT Golden Energy Mines, mendirikan PT DSSP Power Sumsel pada 23 Agustus 2011. Kepemilikan saham DSSP terdiri atas DSSA sebesar 95% dan 5% GEMS.

DSSP merupakan special purpose company (SPC) yang dibentuk sebagai tindak lanjut dari penunjukkan konsorsium DSSA sebagai preferred bidder oleh PT PLN dalam tender proyek PLN untuk pengadaaan PLTU Mulut Tambang Sumsel-5 yang berkapasitas 2x150 MW. DSSP akan membangun sebuah pembangkit listrik untuk proyek PLTU Mulut Tambang Sumsel-5 yang direncanakan berlangsung dari tahun 2012-2015 dan operasionalisasi secara komersial mulai tahun 2015.

BTPN Join Financing dengan BFI Finance Senilai Rp 1 Triliun

PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) menjalin kerja sama dengan PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFI) untuk membiayai secara bersama-sama (joint financing) kredit kendaraan bermotor senilai Rp 1 triliun. Kerja sama kedua pihak ditandatangani pada 25 Agustus 2011.

Direktur BTPN Anika Faisal memaparkan, kerja sama ini bertujuan untuk meningkatkan portofolio pembiayaan kendaraan bermotor bagi BFI dan BTPN.