Penjualan ban mobil produksi dalam negeri pada Juli 2010 terpangkas 5,5% menjadi 4.083.603 unit, dibanding bulan sebelumnya sebesar 4.321.488 unit. Penurunan ini disebabkan membanjirnya ban impor di pasar domestik.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) Aziz Pane menjelaskan, ban impor mulai gencar masuk sejak penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Mayoritas ban berasal dari Tiongkok dan India . “Konsumen tergiur membeli ban impor karena harganya lebih murah sekitar 20-30% dibanding produksi lokal,” kata Aziz kepada Investor Daily di Jakarta, akhir pekan lalu.
APBI, tukas Aziz, belum dapat menghitung jumlah pasti ban impor yang beredar di pasar dalam negeri. Dia berdalih, APBI kesulitan melacak keberadaan ban impor tersebut. “Soalnya setiap kali kami mengadakan inspeksi mendadak, tiba-tiba saja ban impor tersebut menghilang dari pasar. Padahal, sebelum itu kami mendapatkan informasi dari angota APBI ban impor telah tersebar di beberapa wilayah, seperti di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi ,” ujar dia,
Aziz menegaskan, membanjirnya ban impor dikhawatirkan tidak hanya merugikan industri dalam negeri, tapi juga para konsumen. Sebab, tambah dia, kualitas ban impor jauh di bawah ban produksi dalam negeri. Tak hanya itu, dia mencurigai ban impor tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Untuk itu, Aziz meminta pemerintah melakukan verifikasi SNI ban impor sebelum masuk ke pasar domestik.
“Kami menduga ban yang dilempar ke Indonesia oleh Tiongkok dan India tersebut adalah ban yang telah melewati batas waktu (expired) penggunaan. Produk ban maksimal hanya bisa disimpan selama 3 tahun. Lebih dari itu, ban sudah kdaluwarsa,” ungkap dia.
Selaras dengan itu, APBI telah mengirimkan surat kepada Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk meningkatkan pengawasan dan melakukan verifikasi terhadap ban impor sebelum masuk ke pasar.
Ekspor Menurun
Selain dipicu penetrasi ban impor, penurunan penjualan pada bulan lalu juga disebabkan menurunnya ekspor ban. APBI mencatat, ekspor ban pada Juli menurun 6,8% menjadi 2.849.328 unit, dibanding Juni 3.057.778 unit.
Secara nilai, Aziz mengatakan, ekspor ban turun 2,7% dari US$ 91,7 juta menjadi US$ 89,2 juta. “Yang jelas kenaikan harga karet tidak berpengaruh pada menurunnya penjualan ban pada Juli. Kami optimistis dapat kembali meningkatkan ekspor ban di bulan selanjutnya,” kata Aziz.
Dalam pandangan Aziz, permintaan dari negara tujuan ekspor masih menguat. Untuk itu, APBI menargetkan ekspor dapat naik 10-15% pada tahun ini. Senada dengan Aziz, Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Dessy Saleh menilai ekspor ban akan kembali bergeliat pada bulan mendatang, mengingat ban merupakan salah satu produk ekspor andalan Indonesia .
“Menurut saya, penurunan ekspor tersebut mungkin disebabkan ada masalah pada industri otomotif di luar negeri. Tapi sekarang sudah mulai stabil, jadi mudah-mudahan saja ekspor ban bisa meningkat di bulan selanjutnya,” tandas dia. Source: Investor Daily
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan isi komentar soal artikel-artikel blog ini.