Arief Budiman Utomo, salah seorang direktur PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) menjual saham AKRA yang dimilikinya sebanyak 384 ribu pada harga Rp 2.900/saham. Penjualan dilakukan pada 27 Juli 2011.
Pasca-penjualan tersebut, Arief mengaku sudah tidak memiliki lagi saham AKRA.
Pada saat yang sama, Mery Sofi, direktur AKRA, juga mengumumkan keterbukaan informasi kepada otoritas Bursa Efek Indonesia. Mery telah menjual 750 ribu saham AKRA yang dimilikinya di harga Rp 2.825/saham pada 25 Juli 2011, sehingga dia tidak memiliki lagi saham perusahaan yang dikendalikannya itu.
Monday, August 1, 2011
Sarana Menara Perbesar Sindikasi Jadi US$ 482,26 Juta
PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) memperbesar pinjaman sindikasi yang diterimanya dari 14 bank sebesar US$ 482.260.371 dari target awal hanya US$ 300 juta. Kenaikan nilai pinjaman ini karena minat yang besar dari bank pemberi sindikasi.
Sekretaris Perusahaan Sarana Menara Haryo Dewanto mengatakan, fasilitas pinjaman sindikasi itu adalah suatu bullet term loan berjangka waktu lima tahun. Perseroan telah menggunakan pinjaman itu untuk melunasi obligasi subordinasi senilai US$ 103 juta yang memiliki tingkat bunga yang lebih tinggi dan melunasi sebagian pinjaman sekitar US$ 337,81 juta dari amortisasi pinjaman per Mei 2010 berjumlah US$ 478,4 juta.
Fasilitas pinjaman sindikasi ini juga digunakan untuk akuisisi dan konstruksi menara. 14 bank yang terlibat adalah DBS Bank Ltd, Oversea-Chinese Banking Corporation Limited, The Royal Bank of Scotland, Standard Chartered Bank, Sumitomo Mitsui Banking Corporation, ING Bank NV cabang Singapura, PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk, Bank of China Limited, PT Bank Panin Tbk, CIMB Bank Berhad cabang Singapura, Bank Chinatrust Indonesia, PT Bank Commonwealth, dan PT Bank ICBC Indonesia.
Sekretaris Perusahaan Sarana Menara Haryo Dewanto mengatakan, fasilitas pinjaman sindikasi itu adalah suatu bullet term loan berjangka waktu lima tahun. Perseroan telah menggunakan pinjaman itu untuk melunasi obligasi subordinasi senilai US$ 103 juta yang memiliki tingkat bunga yang lebih tinggi dan melunasi sebagian pinjaman sekitar US$ 337,81 juta dari amortisasi pinjaman per Mei 2010 berjumlah US$ 478,4 juta.
Fasilitas pinjaman sindikasi ini juga digunakan untuk akuisisi dan konstruksi menara. 14 bank yang terlibat adalah DBS Bank Ltd, Oversea-Chinese Banking Corporation Limited, The Royal Bank of Scotland, Standard Chartered Bank, Sumitomo Mitsui Banking Corporation, ING Bank NV cabang Singapura, PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk, Bank of China Limited, PT Bank Panin Tbk, CIMB Bank Berhad cabang Singapura, Bank Chinatrust Indonesia, PT Bank Commonwealth, dan PT Bank ICBC Indonesia.
Indocement Akan Bangun Dua Pabrik Baru
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk telah mulai melakukan studi kelayakan untuk membangun dua pabrik semen baru berkapasitas masing-masing 2,5 juta ton per tahun.
"Rencana dua pabrik baru itu, masing-masing satu di Jawa Tengah dan satu di luar Jawa," kata Sekretaris Perusahaan Indocement Sahat Panggabean di Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (1/8).
"Perseroan percaya bahwa permintaan domestik yang kuat akan terus bertumbuh saat ini dan dalam waktu dekat. Oleh karena itu, saat ini mulai dilakukan studi kelayakan untuk membangun dua pabrik semen baru tersebut," kata dia.
Ia menjelaskan bahwa perseroan akan memanfaatkan kondisi neraca keuangan yang kuat dan sehat saat ini untuk mengantisipasi pembelanjaan modal. Sebagai tambahan, kata dia, perseroan juga memperkuat usaha beton siap-pakai dan tambang agregat yang dimiliki, agar siap mengantisipasi kenaikan permintaan atas beton siap-pakai dan batu andesit untuk pembangunan perumahan dan gedung bertingkat, khususnya di daerah Jakarta dan Jawa Barat.
Dikemukakannya bahwa mengikuti tren kenaikan permintaan semen dan peningkatan kapasitas, volume penjualan beton siap-pakai pada 2011 meningkat sebesar 115,8% dibandingkan tahun 2010.
Sementara itu, Corporate Communication Department Head Indocement Aldo Yuliardy menambahkan, perusahaan semen itu kini memiliki tiga pabrik yakni di Citereup (Kabupaten Bogor), Palimanan, Cirebon, dan Tarjun, Kota Baru, Kalimantan Selatan (Kalsel). Kapasitas produksinya saat ini adalah sebesar 18,6 juta ton semen per tahun.
Rinciannya, menurut Aldo Yuliardy, untuk pabrik Citereup memiliki sembilan unit produksi dengan kapasitas 11,9 juta ton, pabrik Palimanan Cirebon memiliki dua unit produksi dengan kapasitas 4,1 juta ton, dan di Tarjun, Kota Baru, Kalsel kapasitas pertahunnya mencapai 2,6 juta ton dari satu unit produksi.
Pada bagian lain, Sahat Panggabean mengemukakan bahwa Indocement telah mencatat volume penjualan domestik sebesar 7,1 juta ton pada semester I tahun 2011, yaitu 14,1% lebih tinggi dari penjualan tahun 2010 sebesar 6,3 juta ton.
"Pada saat yang sama, pertumbuhan permintaan semen domestik sebesar 14,8% telah membawa pangsa pasar perseroan menjadi 31,1% dibandingkan 31,2 persen pada semester I tahun 2010," kata dia.
Ia menjelaskan, tingginya pencapaian tersebut didorong oleh permintaan yang besar di sektor swasta (perumahan dan gedung bertingkat), terutama di Pulau Jawa (+18,7% YoY).
Sementara itu, untuk penjualan ekspor menurun sebesar -33,7% menjadi 0,3 juta ton (tahun 2010 0,5 juta ton), karena perseroan memfokuskan pada permintaan domestik yang tinggi.
Menurut dia, total volume penjualan pada semester I tahun 2011 adalah sebesar 7,4 juta ton atau lebih tinggi 10,8% dibandingkan tahun 2010 sebesar 6,7 juta ton. Seiring meningkatnya volume penjualan, pendapatan bersih perseroan meningkat sebesar 18,1% menjadi Rp 6,33 triliun (tahun 2010 sebesar Rp 5,36 triliun), yang didukung oleh penjualan domestik yang kuat dan kenaikan harga domestik sebesar 3% pada Oktober 2010.
Perhatian utama manajemen, kata dia, adalah pada biaya energi yang besarnya sekitar 50% dari beban pokok pendapatan. "Indocement harus menyerap kenaikan biaya energi terutama kenaikan harga batubara dan bahan bakar minyak sejak kuartal terakhir 2010, meskipun sebagian kebutuhan batubara tahun ini telah diikat dengan kontrak `fixed price` pada tahun lalu," katanya.
Untuk mengimbangi kenaikan biaya energi ini, kata dia, perseroan telah melakukan banyak usaha efisiensi biaya dan fokus untuk mengoptimalkan pembelian dan operasional "supply chain".
Oleh karena itu, beban pokok pendapatan per ton hanya naik sebesar 16% meskipun beban pokok pendapatan perseroan dalam jumlah absolut meningkat sebesar 28,7%, terutama disebabkan oleh tingginya volume produksi.
"Rencana dua pabrik baru itu, masing-masing satu di Jawa Tengah dan satu di luar Jawa," kata Sekretaris Perusahaan Indocement Sahat Panggabean di Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (1/8).
"Perseroan percaya bahwa permintaan domestik yang kuat akan terus bertumbuh saat ini dan dalam waktu dekat. Oleh karena itu, saat ini mulai dilakukan studi kelayakan untuk membangun dua pabrik semen baru tersebut," kata dia.
Ia menjelaskan bahwa perseroan akan memanfaatkan kondisi neraca keuangan yang kuat dan sehat saat ini untuk mengantisipasi pembelanjaan modal. Sebagai tambahan, kata dia, perseroan juga memperkuat usaha beton siap-pakai dan tambang agregat yang dimiliki, agar siap mengantisipasi kenaikan permintaan atas beton siap-pakai dan batu andesit untuk pembangunan perumahan dan gedung bertingkat, khususnya di daerah Jakarta dan Jawa Barat.
Dikemukakannya bahwa mengikuti tren kenaikan permintaan semen dan peningkatan kapasitas, volume penjualan beton siap-pakai pada 2011 meningkat sebesar 115,8% dibandingkan tahun 2010.
Sementara itu, Corporate Communication Department Head Indocement Aldo Yuliardy menambahkan, perusahaan semen itu kini memiliki tiga pabrik yakni di Citereup (Kabupaten Bogor), Palimanan, Cirebon, dan Tarjun, Kota Baru, Kalimantan Selatan (Kalsel). Kapasitas produksinya saat ini adalah sebesar 18,6 juta ton semen per tahun.
Rinciannya, menurut Aldo Yuliardy, untuk pabrik Citereup memiliki sembilan unit produksi dengan kapasitas 11,9 juta ton, pabrik Palimanan Cirebon memiliki dua unit produksi dengan kapasitas 4,1 juta ton, dan di Tarjun, Kota Baru, Kalsel kapasitas pertahunnya mencapai 2,6 juta ton dari satu unit produksi.
Pada bagian lain, Sahat Panggabean mengemukakan bahwa Indocement telah mencatat volume penjualan domestik sebesar 7,1 juta ton pada semester I tahun 2011, yaitu 14,1% lebih tinggi dari penjualan tahun 2010 sebesar 6,3 juta ton.
"Pada saat yang sama, pertumbuhan permintaan semen domestik sebesar 14,8% telah membawa pangsa pasar perseroan menjadi 31,1% dibandingkan 31,2 persen pada semester I tahun 2010," kata dia.
Ia menjelaskan, tingginya pencapaian tersebut didorong oleh permintaan yang besar di sektor swasta (perumahan dan gedung bertingkat), terutama di Pulau Jawa (+18,7% YoY).
Sementara itu, untuk penjualan ekspor menurun sebesar -33,7% menjadi 0,3 juta ton (tahun 2010 0,5 juta ton), karena perseroan memfokuskan pada permintaan domestik yang tinggi.
Menurut dia, total volume penjualan pada semester I tahun 2011 adalah sebesar 7,4 juta ton atau lebih tinggi 10,8% dibandingkan tahun 2010 sebesar 6,7 juta ton. Seiring meningkatnya volume penjualan, pendapatan bersih perseroan meningkat sebesar 18,1% menjadi Rp 6,33 triliun (tahun 2010 sebesar Rp 5,36 triliun), yang didukung oleh penjualan domestik yang kuat dan kenaikan harga domestik sebesar 3% pada Oktober 2010.
Perhatian utama manajemen, kata dia, adalah pada biaya energi yang besarnya sekitar 50% dari beban pokok pendapatan. "Indocement harus menyerap kenaikan biaya energi terutama kenaikan harga batubara dan bahan bakar minyak sejak kuartal terakhir 2010, meskipun sebagian kebutuhan batubara tahun ini telah diikat dengan kontrak `fixed price` pada tahun lalu," katanya.
Untuk mengimbangi kenaikan biaya energi ini, kata dia, perseroan telah melakukan banyak usaha efisiensi biaya dan fokus untuk mengoptimalkan pembelian dan operasional "supply chain".
Oleh karena itu, beban pokok pendapatan per ton hanya naik sebesar 16% meskipun beban pokok pendapatan perseroan dalam jumlah absolut meningkat sebesar 28,7%, terutama disebabkan oleh tingginya volume produksi.
Indonesia cbank sees capital inflows slowing after US debt deal
Indonesia's central bank governor Darmin Nasution said on Monday he saw capital inflows to Indonesia and the pace of rupiah appreciation slowing after the United States reached a deal on its debt.
President Barack Obama announced on Sunday that Democrat and Republican leaders have reached an agreement to reduce the U.S. deficit and avoid default. Obama said the agreement will cut about $1 trillion over 10 years. Source: Reuters
Laba Bersih BULL Semester I 2011 Melonjak 987,22%
Laba bersih PT Buana Listya Tama Tbk (BULL) pada semester I-2011 tercatat melonjak sebesar 987,22% dari Rp 13,07 miliar pada Juni 2010 menjadi Rp 142,1 miliar. Kenaikan ini berkat kontribusi pendapatan usaha perseroan yang naik 90,6% dari Rp 261,32 miliar menjadi Rp 498,07 miliar.
Namun, laba bersih per saham dasar BULL pada Juni 2011 adalah sebesar Rp 10,78/saham, turun dibandingkan Juni 2010 sebesar Rp 18,79/saham karena perseroan melakukan penambahan modal melalui IPO.
Namun, laba bersih per saham dasar BULL pada Juni 2011 adalah sebesar Rp 10,78/saham, turun dibandingkan Juni 2010 sebesar Rp 18,79/saham karena perseroan melakukan penambahan modal melalui IPO.
Aspek | Jun-10 | Jun-11 | % |
Pendapatan usaha | 261,32 | 498,07 | 90,60 |
beban langsung | 207,16 | 326,95 | 57,82 |
Laba kotor | 54,16 | 171,12 | 215,95 |
Laba usaha | 44,91 | 155,41 | 246,05 |
Laba sebelum pajak | 15,62 | 148,1 | 848,14 |
Laba bersih | 13,07 | 142,1 | 987,22 |
Laba bersih per saham dasar | 18,79 | 10,78 | -42,63 |
Laba Bersih Gajah Tunggal Semester I 2011 Naik Tipis
Meski mencetak kenaikan penjualan 20,84%, laba kotor PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) turun 22,68% menjadi Rp 768,79 miliar pada semester I-2011 dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 994,24 miliar. Penjualan produsen ban terbesar di Indonesia ini naik dari Rp 4,81 triliun menjadi Rp 5,82 triliun, namun pada saat yang sama beban pokok penjualan naik lebih tinggi, yakni 32,17% dari Rp 3,82 triliun menjadi Rp 5,05 triliun akibat kenaikan harga karet dunia.
Meski laba kotor dan laba usaha perusahaan turun, hal itu tidak sampai membuat perolehan laba bersih perseroan tergerus besar-besaran. Keuntungan selisih kurs dan kontribusi dari perusahaan asosiasi membuat laba sebelum pajak Gajah Tunggal hanya turun tipis sebesar 11,03% menjadi Rp 532,61 miliar.
Manajemen akhirnya berhasil meningkatkan perolehan laba bersih sebesar 1,67% menjadi Rp 421,92 miliar berkat lebih kecilnya beban pajak perusahaan. Alhasil, laba bersih per saham dasar GJTL naik dari Rp 119/saham pada Juni 2010 menjadi Rp 121/saham pada Juni 2011.
Meski laba kotor dan laba usaha perusahaan turun, hal itu tidak sampai membuat perolehan laba bersih perseroan tergerus besar-besaran. Keuntungan selisih kurs dan kontribusi dari perusahaan asosiasi membuat laba sebelum pajak Gajah Tunggal hanya turun tipis sebesar 11,03% menjadi Rp 532,61 miliar.
Manajemen akhirnya berhasil meningkatkan perolehan laba bersih sebesar 1,67% menjadi Rp 421,92 miliar berkat lebih kecilnya beban pajak perusahaan. Alhasil, laba bersih per saham dasar GJTL naik dari Rp 119/saham pada Juni 2010 menjadi Rp 121/saham pada Juni 2011.
Aspek | Jun-10 | Jun-11 | % |
Penjualan bersih | 4813,34 | 5816,62 | 20,84 |
Beban pokok penjualan | 3819,09 | 5047,83 | 32,17 |
Laba bruto | 994,24 | 768,79 | -22,68 |
Laba usaha | 668,14 | 441,4 | -33,94 |
Laba sebelum pajak | 598,63 | 532,61 | -11,03 |
Laba bersih | 415 | 421,92 | 1,67 |
Laba bersih per saham dasar | 119 | 121 | 1,68 |
Laba Bersih Indika Energy Naik 24,46%
PT Indika Energy Tbk (INDY) pada semester I-2011 berhasil membukukan kenaikan laba bersih sebesar 24,46%, dari Rp 469,85 miliar menjadi Rp 584,81 miliar. Kenaikan ini berkat meningkatnya angka pendapatan perusahaan dari Rp 1,76 triliun menjadi Rp 1,99 triliun atau nak 13,06%.
Kenaikan laba bersih ini mendongkrak laba bersih per saham dasar INDY dari Juni 2010 sebesar Rp 90 menjadi Rp 112/saham pada Juni 2011.
Saham-saham yang dominan dibeli asing, 29 Juli 2011
Saham-saham yang dominan dibeli asing, Jumat 29 Juli 2011.
Kode saham Volume Jual Beli
AALI | 785.500 | 166.500 | 340.500 |
ADHI | 2.698.000 | 396.000 | 561.500 |
ADRO | 56.912.000 | 13.536.500 | 44.863.500 |
AISA | 12.099.500 | 0 | 3.689.500 |
AKRA | 13.234.000 | 1.713.000 | 2.764.000 |
AMAG | 14.226.000 | 0 | 500.000 |
AMFG | 271.000 | 4.000 | 126.500 |
ASGR | 14.451.500 | 348.000 | 558.500 |
AUTO | 1.962.500 | 0 | 29.500 |
BBKP | 43.874.500 | 164.000 | 16.398.000 |
BBLD | 1.023.500 | 0 | 250.000 |
BBNI | 24.938.000 | 7.801.000 | 13.612.000 |
BBRI | 39.800.000 | 4.361.500 | 17.607.500 |
BBTN | 13.572.000 | 225.000 | 8.565.500 |
BDMN | 4.396.500 | 607.500 | 2.342.500 |
BHIT | 59.315.000 | 5.451.000 | 8.750.000 |
BISI | 3.834.000 | 0 | 300.000 |
BJBR | 17.452.000 | 661.000 | 3.543.500 |
BKSL | 186.940.000 | 125.000 | 1.421.000 |
BMRI | 21.944.500 | 6.242.000 | 8.092.000 |
BMTR | 15.269.000 | 4.834.500 | 5.628.000 |
BNBA | 767.500 | 0 | 200.000 |
BNBR | 326.562.500 | 235.000 | 20.703.000 |
BNGA | 3.871.000 | 0 | 290.500 |
BNII | 907.500 | 55.000 | 70.000 |
BRAU | 33.179.000 | 2.500 | 16.873.500 |
BRPT | 4.815.500 | 0 | 260.000 |
BSDE | 12.083.000 | 2.416.500 | 4.386.000 |
BTEL | 13.607.500 | 0 | 1.829.000 |
BTPN | 551.000 | 0 | 36.500 |
BULL | 10.820.000 | 641.000 | 7.500.000 |
BUMI | 55.735.500 | 4.540.000 | 22.975.000 |
BWPT | 13.618.500 | 426.500 | 3.047.500 |
CFIN | 8.910.000 | 0 | 4.171.000 |
CMNP | 47.771.000 | 1.391.000 | 6.672.000 |
COWL | 103.716.000 | 0 | 975.000 |
CPIN | 17.197.500 | 2.804.000 | 7.060.000 |
CTRA | 32.169.500 | 6.019.000 | 27.314.500 |
DART | 5.365.500 | 0 | 122.500 |
DEWA | 221.461.500 | 13.500 | 11.582.500 |
DILD | 17.310.000 | 0 | 600.000 |
DOID | 21.793.500 | 0 | 552.000 |
ELTY | 292.489.500 | 42.990.000 | 74.408.000 |
EMDE | 3.574.500 | 0 | 2.136.000 |
EPMT | 216.000 | 0 | 24.000 |
GZCO | 1.929.500 | 0 | 331.000 |
HEXA | 448.000 | 36.000 | 193.500 |
HMSP | 40.500 | 0 | 7.500 |
IATA | 66.157.000 | 0 | 1.115.000 |
ICBP | 6.048.500 | 964.500 | 1.878.500 |
IMAS | 5.669.000 | 1.193.000 | 2.709.500 |
INCO | 3.115.500 | 219.000 | 592.500 |
INDF | 13.492.000 | 4.176.000 | 5.981.500 |
INDS | 1.071.500 | 12.500 | 50.000 |
INKP | 1.203.500 | 0 | 800.000 |
INRU | 180.500 | 0 | 150.000 |
INTA | 36.012.500 | 0 | 753.000 |
INVS | 67.500 | 0 | 61.500 |
IPOL | 43.181.000 | 0 | 12.125.000 |
JPFA | 5.316.500 | 25.000 | 297.500 |
JSMR | 6.127.000 | 1.110.000 | 4.382.500 |
KAEF | 4.303.500 | 0 | 25.000 |
KIAS | 1.194.500 | 0 | 155.000 |
KKGI | 695.500 | 50.000 | 225.000 |
KLBF | 10.585.500 | 363.500 | 6.633.500 |
LSIP | 10.162.000 | 1.412.500 | 1.838.000 |
LTLS | 1.844.500 | 0 | 200.500 |
MAIN | 11.021.000 | 0 | 427.500 |
MNCN | 11.474.500 | 4.631.000 | 10.164.500 |
MTLA | 5.927.000 | 500.000 | 4.093.000 |
MYOR | 277.500 | 0 | 114.500 |
PANS | 1.736.000 | 0 | 1.000.000 |
PBRX | 2.267.500 | 0 | 231.500 |
PGAS | 23.315.500 | 8.191.000 | 18.790.500 |
PNBN | 64.085.500 | 189.500 | 3.011.500 |
POLY | 57.539.500 | 1.531.000 | 6.000.000 |
PTPP | 2.836.500 | 0 | 1.500.000 |
ROTI | 117.500 | 16.000 | 24.000 |
RUIS | 4.347.500 | 0 | 120.000 |
SCMA | 311.500 | 1.000 | 253.000 |
SIMP | 101.779.000 | 30.405.000 | 61.179.500 |
SIPD | 174.686.000 | 0 | 2.520.000 |
SMDR | 184.500 | 500 | 148.500 |
SMGR | 9.596.500 | 4.508.500 | 1.520.000 |
SMSM | 518.000 | 0 | 10.000 |
SSIA | 96.812.000 | 652.500 | 950.000 |
TINS | 6.667.500 | 593.500 | 2.560.500 |
TLKM | 19.719.500 | 5.203.000 | 12.029.000 |
TOTL | 4.440.500 | 427.000 | 1.226.000 |
TOWR | 15.000 | 4.000 | 15.000 |
TPIA | 95.500 | 0 | 43.500 |
TSPC | 549.500 | 0 | 211.000 |
TURI | 1.754.500 | 428.000 | 1.000.000 |
UNSP | 44.578.000 | 30.000 | 969.500 |
UNTR | 2.863.500 | 848.500 | 997.500 |
UNVR | 2.205.000 | 167.000 | 478.500 |
WIKA | 1.362.000 | 0 | 1.258.000 |
WINS | 44.363.000 | 100.500 | 22.419.500 |
WOMF | 838.000 | 0 | 104.000 |
Rekomendasi HD Capital, 1 Agustus 2011
Rekomendasi HD Capital untuk perdagangan Senin, 1 Agustus 2011.
BUY: (ASII, ADRO, BBRI, ADMG)
- Keberhasilan IHSG ditutup diatas support 4.125 walaupun terimbas koreksi Dow Jones menandakan bahwa kemungkinan technical rebound kembali mengetes resistance di 4.175 akan terjadi digerakkan oleh big cap consumer automotive dan perbankan.
- IHSG close (29-07) 4.130.80 (-15.33/-0.36%) (Val.Rp.3.8T)
- Support: 4.125-4.025-3.996, Resistance: 4.175-4.250
Stock picks:
1. Bank BRI (BRI) (BUY) (Target Rp 7.050) (Close 29/07 Rp 6.900)
- Secara technical uptrend masih utuh (stochastic naik, closing diatas harga 2-minggu terakhir) dengan potensi mencoba bermain untuk mencetak new high lagi diatas Rp 6.900.
- Investor asing masih optimistis akan outlook perbankan untuk 3-bulan kedepan khususnya di segmen mikro UKM.
- Entry (1) Rp 6.850, Entry (2) Rp 6.750, Cutloss point: Rp 6.650
2. Astra International (ASII) (BUY): (Target: Rp 73.500) (Close 29/07 Rp 70.500)
- Koreksi pasca kenaikan saham untuk pricing in keluarnya laporan keuangan 1H 2011 kelihatannya berlebihan karena outlook fundamental untuk proyeksi penjualan mobil hingga akhir tahun masih optimistis, apalagi menyambut momentum lebaran.
- Entry: (1) Rp 70.200, Entry (2) Rp 69.600, Cut loss point: Rp 68.900
3. Adaro Energy (ADRO) (BUY): (Target: Rp 2.750) (Close 29/07 Rp 2.650)
- Bila terjadi pullback dari koreksi akibat keadaan jenuh beli (overbought) rekomen akumulasi untuk proses pembentukan minor uptrend dengan misi bermain diatas level psikologis Rp 2.700.
- Entry (1) Rp 2.600, Entry (2) Rp 2.525, Cut loss point: Rp 2.475
4. Polychem Indonesia (ADMG) (BUY): (Target: Rp 940) (Close 29/07 Rp 850)
- Dengan fundamental valuasi murah dan rasio profitability yang menguntungkan (PER 6x dan ROE 50%) seharusnya penurunan di saham ini mulai terbatas seiring dengan pembentukan garis up-trend-line baru yang akan terjadi di kisaran Rp 820-760 dengan potensi technical rebound untuk retrace ke Rp 900.
- Exit: (1) Rp 820, Entry (2) Rp 760, Cut loss point: Rp 710
Dibuat oleh
Yuganur Wijanarko
Senior Research HD Capital (Yuganur@hdx.co.id)
Subscribe to:
Posts (Atom)