Bank Indonesia meyakini pertumbuhan kredit perbankan pada tahun depan bisa mencapai 40%, meskipun giro wajib minimum (GWM) naik menjadi 8% pada tahun ini.
Darmin Nasution, Gubernur Bank Indonesia, menuturkan pihaknya melihat ada kelebihan likuiditas dalam jumlah besar di pasar yang mulai memberikan tekanan inflasi saat ini. Oleh karena itu, bank sentral menenaikan GWM perbankan dari 5% menjadi 8% guna mengurangi kelebihan likuiditas tersebut.
"Berapa kemampuan kredit perbankan pasca-kenaikan GWM? Untuk mencapai (pertumbuhan kredit) 35%-40% pun likuiditas perbankan pada tahun depan masih sangat cukup," tegasnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, semalam.
Penyesuaian GWM, ujar Darmin, juga pernah dilakukan pemerintah ketika terjadi krisis likuiditas pada 2008, yakni BI menurunkan GWM untuk memperbesar likuiditas di pasar. Kebijakan moneter tersebut diimbangi pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan stimulus fiskal dan memindahkan uangnya, dari BI ke tiga bank pelat merah.
"Jadi apa yang dilakukan BI sekarang ini tidak lebih mengurangi kelebihan likiditas tersebut," tegas dia.
Selain itu, lanjut Darmin, bank sentral juga menerbitkan peraturan yang mengaitkan rasio kredit terhadap dana simpanan (loan to deposit ratio/LDR) dengan GWM. Hal itu dilakukan karena melihat LDR juga perlu didorong naik.
"Kenapa di saat likuiditas berlebih? Kalau kredit yang bertambah, kami tidak khawatir terhadap inflasi. Kalau LDR ini bisa mendorong kredit lebih lanjut yang sekarang pertumbuhannya sudah 21-22% year on year," jelasnya lagi.
Darmin Nasution mengatakan dengan asumsi pertumbuhan ekonomi tahun ini sekitar 6%, maka pertumbuhan kredit maksimal 22%-24% sudah sangat mendukung pencapaiannya. Oleh karena itu, BI mengaitkan LDR dengan GWM adalah untuk menyiapkan pencapaian pertumbuhan kredit pada tahun depan.
Darmin Nasution, Gubernur Bank Indonesia, menuturkan pihaknya melihat ada kelebihan likuiditas dalam jumlah besar di pasar yang mulai memberikan tekanan inflasi saat ini. Oleh karena itu, bank sentral menenaikan GWM perbankan dari 5% menjadi 8% guna mengurangi kelebihan likuiditas tersebut.
"Berapa kemampuan kredit perbankan pasca-kenaikan GWM? Untuk mencapai (pertumbuhan kredit) 35%-40% pun likuiditas perbankan pada tahun depan masih sangat cukup," tegasnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, semalam.
Penyesuaian GWM, ujar Darmin, juga pernah dilakukan pemerintah ketika terjadi krisis likuiditas pada 2008, yakni BI menurunkan GWM untuk memperbesar likuiditas di pasar. Kebijakan moneter tersebut diimbangi pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan stimulus fiskal dan memindahkan uangnya, dari BI ke tiga bank pelat merah.
"Jadi apa yang dilakukan BI sekarang ini tidak lebih mengurangi kelebihan likiditas tersebut," tegas dia.
Selain itu, lanjut Darmin, bank sentral juga menerbitkan peraturan yang mengaitkan rasio kredit terhadap dana simpanan (loan to deposit ratio/LDR) dengan GWM. Hal itu dilakukan karena melihat LDR juga perlu didorong naik.
"Kenapa di saat likuiditas berlebih? Kalau kredit yang bertambah, kami tidak khawatir terhadap inflasi. Kalau LDR ini bisa mendorong kredit lebih lanjut yang sekarang pertumbuhannya sudah 21-22% year on year," jelasnya lagi.
Darmin Nasution mengatakan dengan asumsi pertumbuhan ekonomi tahun ini sekitar 6%, maka pertumbuhan kredit maksimal 22%-24% sudah sangat mendukung pencapaiannya. Oleh karena itu, BI mengaitkan LDR dengan GWM adalah untuk menyiapkan pencapaian pertumbuhan kredit pada tahun depan.
TEXTAREA_ID
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan isi komentar soal artikel-artikel blog ini.